Bandungraya. net – Soreang | Kemenangan Pasangan Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan (Bedas) di Pilkada 2020 Kabupaten Bandung memutus mata rantai kekuasaan trah Obar Sobarna selaku sesepuh Partai Golkar yang berhasil menguasai kepimimpinan Kabupaten Bandung selama kurang lebih 20 tahun.
Padahal, sejarah mencatat jika Partai Golkar di Kabupaten Bandung merupakan partai mumpuni. Partai berlambang Pohon Beringin itu praktis setelah reformasi 1998 dan masuknya rezim otonomi daerah menjadi partai dominasi perpolitikan di Kabupaten Bandung. Hal itu tentu tak terlepas dari tangan dingin Obar Sobarana yang waktu itu menjadi Ketua DPD Partai Golkar sekaligus menjabat sebagai Bupati Bandung.
“Obar Sobarna terbukti mampu mengelola berbagai gejolak transformasi dan regenerasi politik di tubuh Partai Golkar. Dua periode yang diembannya dan 2 periode yang digawangi menantunya (Dadang Naser) menjadi fakta keperkasaan Obar dengan Partai Golkar,” ucap Pemerhati Politik dan Kebijakan Pulbik, Tevinoer di Soreang, Sabtu 2 Januari 2020.
Menurut Tevi, kekalahan Partai Golkar yang mengusung Kurnia Agustina-Usman Sayogi di Pilbup Bandung tentu menjadi sorotan. Kebudayaan kekuasan Partai Golkar terlihat tak berdaya. Banyak asumsi faktor penyebab kekelahan yang merebak. Sebab, kekalahan Partai Golkar cukup terlak di Pilkada 2020. Padahal, instrumen kekuasaan sebetulnya sebetulnya masih cukup besar.
Kendati demikian, ucap Tevi, lawan yang dihadapi mereka yaitu Dadang Supriatna merupakan mantan kader Partai Golkar yang dibesarkan dan relatif menguasai termasuk hapal cangkem “jurus-jurus” yang dikuasai dalam berkontestasi. Dadang Supriatna yang merupakan kader potensial Partai Golkar akhirnya harus hengkang ke partai lain dalam proses legitimasi pencalonannya. Tevi menganggap Dadang Supriatna cukup cerdik dan ngotot memanfaatkan situasi.
“Berbekal kenekadan dan rasa percaya diri yang sesungguhnya, dia terus bergerilya mencari dukungan partai lain dalam pencalonannya. Sadar tentang posisinya, Dadang Supritana menggaet pasangan Syahrul Gunawan, yang memiliki tingkat popularitas cukup signifikan,” kata dia.
Kombinasi tingkat elektabilitas DS dengan popularitas Syahrul, lanjut Tevi, menjadikan paslon ini dirasakan sangat solid. Di tengah jalan, militansi kader PKS nampaknya banyak juga ikut menyumbang suara bagi kemenangan DS-Syahrul. Kendati demikian, faktor utama yang mengangkat suara DS-Syahrul sebenarnya adalah kekuatan perlawanan terhadap dinasti yang dirasakan begitu gencar.
“Ditambah lagi, militansi partai pendukung dan pergerakan kader-kadernya cukup memberi andil besar bagi perolehan suaran DS-Syahrul. Termasuk, memanfaatkan momen-momen pada saat kapan “gempuran” logistik harus dilakukan. Tentang yang terakhir ini, publik nampaknya sudah mahfum,” tuturnya.
” Bukan Hanya Tanggung Jawab Dadang Naser “.
Kekalahan Partai Golkar tentu menjadi sorotan. Pasalnya, Dadang M Naser yang merupakan Ketua DPD Partai Golkar dinilai satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab. Padahal, kata Tevi, kekalahan Partai Golkar merupakan kekalahan secara kolektif. Dadang Naser tidak bisa dijadikan sasaran empuk penyebab kekalahan Partai Golkar.
“Sebenarnya ini merupakan kekalahan kolektif. Dadang Naser tidak sepenuhnya dapat dijadikan faktor penyebab kekalahan ini. Sebagai diregen Partai Golkar di Dayeuh Bandung, memang selayaknya semua kegagalan ini bermuara kepadanya, imbuh Tevi.
Tapi apakah memang semua potensi dan kekuatan Partai Golkar telah berfungsi bagi pemenangan paslonnya? Atau, memang ada “desain terselubung di dalam” atau “hidden agenda” yang tidak menginginkan kelanjutan Trah Obar Sobarna di Dayeuh Bandung? Terlalu apriori memang menilainya. Namun, bahasa politik adalah bahasa yang sulit ditebak,” kata dia.
Nasib Dadang Naser sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bandung juga berikut performa partai akan ditentukan dalam Musda ke X. Musda ini awalnya sempat mencuat akan terselenggara pada 5 Januari 2020. Namun, belum ad konfirmasi waktu dan tempat pelaksanaannya. Hal ini, ucap Tevi, tentu menjadikan tensi persaingan semakin panas untuk merebutkan Ketua DPD Golkar selanjutnya.
Apalagi, kata dia, evaluasi kekalahan paslon bupati Bandung yang diusung Partai Golkar akan menjadi agenda krusial di Musda X. Padahal, sinyalemen yang berkembang Dadang Naser akan mencalonkan kembali menjadi Ketua DPD. Disisi lain, Anang Susanto yang saat ini Anggota DPR RI Komisi V juga ikut mencalonkan diri dan berambius tinggi.
“Ada juga sinyalemen bahwa anggota DPRD Kabupaten Bandung yang turut mencalonkan diri. Seperti Sugianto, Yanto Setianto dan Cecep Suhendar. Tapi justru yang mengerucut kuat adalah Anang Susanto. Ini menjadi rival Dadang Naser. Ditambah isu berkembangnya jika Anang Susanto ini yang tidak all out bekerja saat Pilkada 2020. Yang ikut juga menjadi kader atau inohong yang harus bertanggung jawab kekalahan Partai Golkar,” pada Pilkada Kab. Bandung, kata dia.
Menurut Tevi, meski ada polemik di tubuh internal Partai Golkar terkait kekalahan di Pilkada Kabupaten Bandung, namun Tevi meyakini jika Partai Golkar akan mampu bangkit kembali. “Dinamika dan intrik yang berlangsung di dalamnya, itulah yang justru semakin mengukuhkannya sebagai partai solid dan mumpuni,”pungkas dia. (BR.01)
Discussion about this post