Soreang (BR) Sejak diberlakukannya PSBB Skala Jawa Barat, dimana Banjaran merupakan satu dari delapan kecamatan di Kabupaten Bandung yang menerapkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB Parsial Jilid dua.
Hal ini bertujuan , selain merespon masukan dari banyak pihak, juga agar mata rantai penyebaran Covid 19 bisa segera terputus.
“Di Banjaran memiliki tingkat pertumbuhan pelaku perjalanan yang cukup tinggi,” seperti disampaikan Bupati Bandung H. Dadang M. Nasser alasan di memasukkanya kecamatan Banjaran pada PSBB kali ini.
Meski demikian keinginan dan harapan pemerintah tersebut tidak berbanding lurus dengan kondisi di lapangan. Hasil pantauan bandungraya. net kemacetan masih kerap terjadi. Demikian juga dengan kerumunan warga , baik di tempat perbelanjaan di pusat kota Banjaran, maupun di pasar tradisional.
Kesemrawutan bahkan lebih terlihat lagi saat waktu menunggu berbuka puasa atau ngabuburit. Seperti yang nampak Kamis (7/5/20) sore, lalu lalang kendaraan terutama roda dua, berpadu dengan hiruk pikuk para pejalan kaki yang sengaja keluar rumah mencari makanan untuk berbuka puasa.
Ratusan motor terparkir di sisi kiri dan kanan ruas jalan utama di kecamatan paling sibuk di Bandung Selatan ini.Physical Distancing dan Jaga Jarak seperti yang digembar- gemborkan pemerintah sejak wabah Covid 19 ini mulai merebak, nyaris terabaikan.
Menurut Ridwan (30) , penduduk Kampung Ciapus yang ditanya seputar alasannya keluar rumah, yang penting saat keluar selalu menggunakan masker, ujarnya.
” Hal tersebut dikatakannya karena dirinya merasa kesal terus diam di rumah “, menghadapi virus ini , terlalu berani jangan, terlalu takut juga jangan. Abis di rumah terus juga bete ga ada kerjaan,” terangnya.
Petugas gabungan sendiri memang terlihat lebih ketat pada PSBB Skala Jawa Barat ini. Para pengendara motor yang tidak menggunakan masker diberhentikan di dekat posko di depan Alun- Alun Banjaran, akibat banyaknya jalan pintas dan jalan tikus untuk menghindar dari para petugas membuat hal tersebut seakan akan tidak efektip.
” Kondisi seperti itu menurut banyak kalangan tidak boleh terus dibiarkan dan harus dievaluasi , agar tujuan utama PSBB bisa tercapai “.
Nampaknya di banjaran harus semuanya berperan, tidak hanya masyarakatnya tapi juga pemerintah, Jangan juga ada kesan pembiaran atau dibiarkan, mumpung PSBB di Banjaran ini baru tahap awal.
Sementara salah seorang Politikus muda asal Partai Gilkar H. Agung Yansusan pada bandungraya. net menuturkan bahwa di Banjaran sebagai salah satu kecamatan yang pertama kali menjadi zona merah harusnya lebih dewasa dalam menyikapi korona.
Dikatakan Agung, Masih banyak masyarakat berkeliaran tidak menggunakan masker, ada yang pake masker tapi dijadiin kalung saja, minimnya tempat cuci tangan di tempat fasilitas umum, pasar tradisional, minimart dan lainnya, juga masih banyaknya masyarakat yang berdempetan ketika beraktivitas diluaran sana merupakan indikasi bahwa masyarakat mulai menganggap wabah covid19 itu seakan akan hanya kisah fiktif belaka, tuturnya.
Seharusnya menurut Agung, hal tersebut bisa ditanggulangi dengan melakukan alokasi anggaran pemerintah yang proporsional dari tingkat desa sampai kabupaten untuk aspek sosialisasi bahaya korona, imbuh Agung.
” Penanganan wabah covid 19 di daerah Kita bukan lockdown, kita fokus pada large scale social distancing (psbb)., Jadi sebetulnya keluar rumah dengan kondisi darurat (misal untuk bekerja, berobat dll) masih diperbolehkam dengan catatan harus patuh pada prinsip social distancing seperti memakai masker, cuci tangan pake sabun, jaga jarak dan pulang ke runah langsung mandi dan ganti baju ” paparnya.
Jadi Tegas Agung Yansusan, untuk pemerintah sosialisasi harus lebih gencar dan kreatif. Contoh, gunakan facebook ads, tampilkan kondisi terburuk jika psbb gagal di tampilan baligo spanduk dan lainnya, sebar staff satpol dan relawan ke titik titik kerumunan untuk sosialisasi, dan gerakan seluruh RW dan RT utk bergerak bersosialisasi.
Pungkasnya, Janganlah lengah kita seperti Italia, janganlah kita anggap remeh seperti amerika, jangan pula kita jauh dari pendekatan syariat islam (sunnah nabi saw) seperti tiongkok, karena contoh dari ketiga negara tersebut sekarang sedang tertatih-tatih melawan virus korona. Akankah kita seperti itu, wallahualam. (BR.01)
Discussion about this post