Soreang (BR).- Terkait adanya indikasi beberapa kepala sekolah yang mangkir dari tugas dan fungsi demi mendukung atlet O2SN Kabupaten Bandung yang ikut bertanding di tingkat nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta mendapatkan sorotan pakar pendidikan DR.Mumun Mulyana.
Mumun pada bandungraya.net Selasa (18/9) menuturkan, pada umumnya kesan yang nampak bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) di negeri ini, dipandang kurang begitu tanggung jawab terhadap tugas dan fungsi. Nampak ke permukaan yang selalu dikedepankan adalah kegiatan seremonial.
“Mereka lebih mengedepankan kegiatan seremonial, yang kadang tidak bersentuhan dengan tugas dan fungsinya. Seperti kondisi kepsek saat ini, mereka selalu disibukan dengan penyusunan laporan pertanggungjawaban dana BOS,” katanya di komplek Pemkab Bandung di Soreang, Selasa (18/9).
Menurutnya, kebanyak kegiatan kepala sekolah disibukan dengan kegiatan seperti, pertemuan gugus, rapat MKKS, PGRI, rapat rutin UPT, dan kegiatan seremonial lainnya.
“Kalau terus menerus mengikuti kegiatan seremonial, kapan kepsek menyentuh peningkatan mutu pembelajaran, supervisi ke kelas secara berkala, kepada guru mulai kelas 1 sampai kelas VI dan kapan mereka bisa menciptakan inovasi di sekolah,” katanya
Mumun mengatakan, ada kesan bahwa masyarakat di negara – negara yang lebih maju terkesan lebih serius dalam melakukan tugas. Tapi mereka itu bukan karena psikologi, tapi mereka lebih sehat dan lebih mudah fokus dibanding di negara kita khususnya di Kabupaten Bandung.
“Mungkin sistem ditempat mereka berada lebih mampu memberikan “efek jera” kepada warganya. Sehingga, peningkatan mutu pendidikan akan cepat tercapai. Kalau di Kabupaten Bandung, mereka tidak diberi sanksi yang berat,” tegasnya.
Kalau perbandingan di kampus lanjut Mumun, Seorang mahasiswa yang kurang prestasinya tidak akan mendapatkan surat rekomendasi yang baik dari dosennya sehingga ia akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan atau untuk melanjutkan studi atau seorang karyawan yang kurang perform akan mudah diturunkan jabatannya atau dipecat.
“Bila sudah dipecat mereka tidak akan mudah mendapatkan pekerjaan baru. Jadi di Negara maju, ketidak sungguhan memiliki ongkos yang mahal. Untuk menghindari ini setiap orang harus berjuang untuk berhasil, tentu dengan penuh ketegangan dan stress,” akunya.
DR. Mumun menambahkan, rekreasi atau hiburan adalah kebutuhan mereka untuk mengurangi ketegangan, sekalipun efeknya hanya untuk sementara. Fenomena kegilaan atau bahkan bunuh diri menjadi semakin umum karena tidak setiap orang bisa berhasil mengatasi tungtutan tugas kesehariannya, apalagi untuk berhasil keluar menjadi pemenang.
“Seperti yang terjadi di kabupaten Bandung, pada berangkatnya kepala sekolah untuk mensuport atlet O2SN di Yogyakarta harus dikategorikan apa. Apakah hiburan atau tugas, nah tinggal penilaian dari dinas terkait dan sanksi kalau terbukti mangkir,” imbuhnya.
Sehingga tambah Mumun, kegiatan menghadiri seremonial tersebut, dijadikan alasan meninggalkan tugas dan fungsi para kepala sekolah.
“Kalau mereka mengerti tentang tugas dan fungsi sebagai kepala sekolah, tidak mungkin berangkat menghadiri kegiatan seremonial. Apalagi menghabiskan waktu cukup lama, karena jarak yang harus ditempuh cukup jauh,” pungkasnya. (BR-01)
Discussion about this post