Soreang (BR).- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung mendesak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) untuk tidak mengalihkan anggaran hibah bantuan alat kesenian yang batal dilaksanakan, ke program lain apapun bentuknya. Dewan meminta anggaran tersebut dijadikan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) untuk digunakan di Tahun Anggaran 2019.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung Yayat Hidayat mengatakan, pihaknya menyayangkan terjadinya pembatalan hibah bantuan alat kesenian yang telah diprogramkan oleh Disparbud. “Kami pun menerima keluhan dan kekecwaan dari masyarakat calon penerima,” ujarnya saat ditemui Kamis (18/10/2018).
Menurut Yayat, hal itu menunjukan buruknya perencanaan anggaran Disparbud. Apalagi anggaran hibah bantuan alat kesenian tersebut mencapai Rp 11 miliar.
Terkait alasan pembatalan, Yayat menegaskan, temuan BPK tidak bisa dijadikan alibi. Justru temuan tersebut seharusnya dijadikan bahan evaluasi agar perencanaan dan pelaksanaan anggaran menjadi lebih baik dan tidak mengecewakan masyarakat.
“Kita lihat dulu temuan BPK itu kan di hasil pemeriksaan 2017. Jadi seharusnya itu jadi bahan pertimbangan untuk merencakan program yang lebih baik di 2018. Kenapa masih diajukan dan kalau diajukan kenapa tidak ada perbaikan perencanaan?,” tutur Yayat.
Yayan pun menilai Disparbud tidak boleh menjadikan BPK sebagai kambing hitam dalam pembatalan hibah bantuan alat kesenian. Ia menilai kesalahan murni ada di Disparbud dan BPK justru memberi masukan yang berguna agar Disparbud tidak menyalahi aturan ke depannya.
Sementara soal pengalihan program, Yayat pun menilai itu sebagai kesalahan yang lebih fatal dari Dispabud. “Kalau program hibah bantuan alat kesenian ada kesalahan di Calon Penerima dan Calon Lokasi (PCPL), itu yang seharusnya diperbaiki. Bukan tiba-tiba dialihkan ke gelar budaya yang tidak ada dasar hukumnya dan waktunya pun mepet,” ujarnya.
Menurut Yayat, saat ini Tahun Anggaran 2018 hanya tersisa dua bulan. Dalam sisa waktu itu ia yakin tidak mungkin pelaksanaan gelar budaya dirampungkan.
Pertimbangannya, kata Yayat, anggaran Rp 11 miliar itu sangat besar. “Saya belum menerima informasi langsung, tetapi saya dengar gelar budaya akan dilaksanakan di 15 titik. Dengan anggaran Rp 11 miliar artinya setiap titik dianggarankan sekitar Rp 733 juta dan itu harus melalui lelang dulu,” ucapnya.
Proses lelang, kata Yayat, minimal membutuhkan waktu sebulan. Jadi ia pun memastikan tidak mungkin 15 gelar budaya dilaksanakan maraton selama sebulan.
Sementara itu Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Praniko Imam Sagita menilai pembatalan bantuan alat kesenian oleh Disparbud tidak ada dasar yang jelas. “Program itu ada anggarannya dan sudah disepakati oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), eksekutif dan legislatif di pembahasan anggaran,” ujarnya.
Selain itu, kata Praniko, sekalipun pembatalan ada dasarnya, tidak alasan bagi Disparbud untuk mengalihkan anggaran secara sepihak. Soalnya hak Budgeting ada di DPRD bukan di pihak eksekutif, sehingga setiap perubahan harus atas dasar persetujuan dewan.
Praniko menegaskan, jangankan menyetujui pengalihan, pemberitahuan soal pembatalan program sebelumnya saja tidak diterima oleh DPRD. “Yang jelas sekarang kami minta anggaran program itu tidak dialihkan. Di-SILPA kan saja karena tidak ada dasarnya dan waktu tinggal dua bulan tidak akan efektif,” katanya. (BR. 01)
Discussion about this post