Bandung (BR)- Isu dinasti seolah menjadi senjata utama yang dimainkan oleh lawan politik untuk menggerus suara Nia – Usman (NU). Meski tidak sepenuhnya anggapan dinasti politik tersebut dikatakan salah, namun bila menelisik lebih jauh penentu tetap ada di masyarakat, hal itu diucapkan Moch Galuh Fauzi Mahasiswa S2 Kebijakan Publik UNPAD Peraih Beasiswa Unggulan Kemendikbud Kategori Masyarakat Berprestasi Selasa (15/09/2020).
Menurut Galuh, Andai benar dinasti politik salah, gugatlah ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena disanalah tempatnya, selagi dinasti politik hanya dijadikan dagangan untuk menghantam lawan artinya kandidat tersebut memang sangat diperhitungkan sehingga hanya dengan memainkan isu dinasti dan berharap dapat mengkatrol suara sehingga dinasti politik dijadikan common enemy (musuh bersama), tutur Galuh.
” Dinasti politik dapat dianggap salah andai pemilihan tersebut menggunakan sistem tertutup sebutlah kepemimpinan selanjutnya ditentukan oleh pemimpin sebelumnya, sedangkan sistem politik kita hari ini menganut tidak demikian, dimana masyarakat yang menjadi penentu melalui sistem one man one vote “tegasnya.
Lebih jauh Galuh Menuturkan, Seperti kaya John L Esposito, Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat. Artinya rakyat memiliki hak untuk ikut berpartisipasi, baik berperan aktif ataupun pada saat melakukan pengontrolan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Kita tentu merasakan bahwa kekuasaan hari ini didasarkan oleh power of the people yakni kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, bukan dari Obar, oleh Dadang, dan untuk Nia.
Bukan Obar atau Dadang yang memberikan legitimasi terhadap Nia dan Usman, melainkan rakyatlah selaku pemegang mandat, Ucap Galuh.
Hal ini pun diperkuat dengan putusan MK, pelarangan terhadap dinasti politik dan politik dinasti dihapus permanen sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 yang menjadi dasar pelaksanaan pilkada serentak selama ini, Terangnya.
Ketika dinasti dijadikan komoditas politik semata karena jelas tidak ada aturan yang melarangnya, salahkah Nia bila terlahir sebagai anak Obar Sobarna ?, Kata Galuh.
Sementara Prof. Dr. H. Asep Sumaryana M. Si melalui Peaan singkat WhatsAppnya menuturkan Sepanjang tidak ada aturan yang membatasinya, sebenarnya siapapun yang ingin maju dalam.kancah politik tetap menjadi legal, ujar orang yang akrab disapa Kang Asum ini.
” Persoalan menang dan kalah itu urusan kecermatan berhitung dan melakukan pendekatan kepada konstituen,” imbuhnya.
Hanya saja menjadi ramai mengingat musimnya sedang mencari perhatian dari pihak pihak yang memiliki potensi untuk bisa diajak berpihak ke masing masing kubu, Terang Asep.
Jadi sebagai warga yang sedang dihadapkan pada pemilihan pemimpin, mesti tetap cermat, waspada dan berpikir jernih agar diperoleh Pemimpin yang mampu membawa kemajuan yang lebih besar dan baik lagi bagi warganya, Pungkas Asep Sumaryana. (BR. 01)
Discussion about this post