SOREANG (BR).- Kemampuan masyarakat dalam memahami dan mengolah informasi sangat penting bagi perkembangan suatu daerah. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Kadispusip) Kabupaten Bandung Hj. Tri Heru Setiati, SH., SP1 usai Pembukaan Festival Literasi Kabupaten Bandung Tahun 2018 di Gedong Budaya Sabilulungan (GBS) Soreang, Rabu, (28/11), oleh Bupati Bandung H. Dadang M Naser.
Pada event tahun ini, tema salembur (Sabilulungan Literasi Ngawangun Lembur) diangkat sebagai upaya meningkatkan literasi di wilayah pedesaan. Tri Heru berharap, melalui salembur yang akan dikembangkan ke setiap desa, budaya literasi masyarakat akan tumbuh dan berkembang pula, sehingga mendukung peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Kabupaten Bandung.
“Sabilulungan Literasi ngawangun Lembur ini memiliki arti bersama-sama membangun suatu daerah dengan membaca. Melalui festival literasi ini diharapkan dapat meningkatkan literasi ditingkat desa di Kabupaten Bandung,” jelas Tri
Untuk menjaga dan meningkatkan literasi, lanjut Kadispusip, pihaknya akan melakukan berbagai macam upaya seperti menyediakan buku bacaan dan perpustakaan digital disetiap fasilitas umum.
“Di festival kali ini, kami juga menampilkan figur literat untuk memotivasi, memberi dorongan dan perhatian dalam berliterasi dilingkungan keluarga dan masyarakat,” tambahnya.
Tri berpendapat, orangtua juga memegang peran penting dalam menumbuhkan minat baca atau berliterasi bagi anak-anak. “Orangtua khususnya ibu, sangat berperan dalam meningkatkan literasi dalam keluarga,” ujarnya.
Menurut Atalia, minat baca masyarakat Jabar saat ini memang sudah cukup tinggi. Namun virus positif itu masih harus terus disebarluaskan ke berbagai kalangan, terutama generasi penerus.
Atalia menegaskan, keluarga merupakan garda terdepan dalam membentuk generasi penerus dengan minat baca yang tinggi. Oleh karena itu keberadaan perpustakaan kecil di rumah jelas akan mendekatkan anak kepada buku bacaan dan literasi lain.
“Kami terus mendorong agar keluarga memiliki ruang di rumah untuk dibuat menjadi perpustakaan atau minimal sudut baca kecil. Di sana, anak-anak dibiasakan untuk membaca dan ibu membacakan dongeng untuk anak-anaknya,” tutur Atalia.
Kebiasaan mendengarkan dongeng dan membaca buku, kata Atalia, akan merangsang kretivitas anak sejak dini. Selain itu mereka juga akan belajar bersikap kritis dalam arti positif.
Sementara itu sudut baca di posyandu, kata Atalia, setidaknya bisa membuat para ibu mencontohkan minat baca pada anak mereka. “Ibu-ibu juga harus membiasakan diri membaca buku Kegiatan Ibu dan Anak (KIA) sebelum penimbangan,” ujarnya.
Di sisi lain, Atalia juga tengah menyusun sejumlah langkah untuk merangsang agar semakin banyak orang yang berminat membuat buku. Dengan begitu, jumlah dan pilihan buku yang bisa dibaca oleh masyarakat.
“Kalau kita lihat data, di kita baru ada satu buku untuk 15.000 orang. Padahal menurut Unesco kondisi idealnya adalah ada 2 buku untuk 1 orang, jadi masih perlu diperbanyak jumlah buku yang diterbitkan,” kata Atalia.
Usai dilantik Bunda Literasi Kabupaten Bandung Hj. Kurnia Dadang M Naser berpendapat anak-anak Kabupaten Bandung berpotensi untuk meningkatkan angka literasi di Kabupaten Bandung.
“Sekitar 1,2 juta jiwa penduduk di Kabupaten Bandung adalah usia anak dibawah 18 tahun. Ini merupakan peluang yang menjadi potensi, supaya budaya literasi ini disukai. Makanya harus dipikirkan strategi tersendiri bagaimana mengemasnya dengan unik dan menarik untuk anak-anak,” ungkapnya yang baru dikukuhkan sebagai Bunda Literasi Kabupaten Bandung oleh Bunda Literasi Provinsi Jawa Barat Atalia Ridwan Kamil.
Menurutnya, menanamkan literasi pada anak usia dini sangat diperlukan. Oleh karena itu, guru-guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) harus diberi pembekalan khusus.
“Untuk anak usia dini, kita akan fokuskan pada guru-guru PAUD. Mereka harus dibekali teknik, bernyanyi, mendongeng, bagaimana menghadapi anak serta dapat menyiasati bagaimana agar anak tertarik untuk berliterasi. Sementara untuk anak SD (Sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) harus ada even seperti lomba photografi dan mendongeng, karena hal tersebut merupakan basic literasi,” imbuhnya.
Dirinya juga berpendapat, literasi harus mengikuti perkembangan zaman serta dapat menyesuaikan dengan gaya hidup generasi muda. “Guna menarik generasi muda untuk berliterasi, perlu adanya gebrakan atau inovasi yang sesuai dengan gaya mereka, misalnya dengan membuat konten yang mereka sukai,” imbuhnya. (BR. 01)
Discussion about this post