Garut,(BR.net) – Kasus dugaan bullying seorang anak perempuan di Garut yang disebut mengalami kekerasan hingga ditangani oleh aparat kepolisian Polres Garut, ternyata punya cerita lain versi orang tua korban saat mediasi dengan para orang tua diduga pelaku dan disaksikan para tokoh masyarakat dikampung tempat dimana para pihak tinggal.
Guna mengetahui hal yang sebenarnya, Supriyadi S.H. dalam kapasitasnya selaku kuasa hukum yang diberikan kuasa untuk mendampingi para terduga pelaku dari kantor hukum Gerakan Advokasi Masyarakat Pribumi (Gerai Mas Pri) yang ditemui senin (13/01/2025) di halaman UPTD PPA Dinas Sosial kabupaten Garut.
“Diterangkan mas pri, bahwa kasus dugaan bullying tersebut menurut pengakuan orang tua korban kepada pengurus RW setempat, terjadi 8 tahun silam, dan terjadi kembali empat tahun yang lalu, setelah mendengar pengakuan ibu korban pada (17-12-2024) disaksikan seorang wanita yang mengaku seorang awak media berinisial (i) dan disaksikan beberapa pengurus RW dan tokoh masyarakat berinisiatif untuk melakukan mediasi kepada terduga para pelaku yang berjumlah lima orang, mediasi terjadi dua kali di fasilitasi oleh pengurus RW setempat ditempat tinggal korban dan terduga para pelaku, dengan menghasilkan kesepakatan bahwa permasalahan tersebut dianggap selesai secara kekeluargaan.
Namun beberapa hari lalu datang aparat kepolisian mendatangi orangtua terduga para pelaku, dan meminta kartu keluarga hingga belakangan kasusnya sudah dinaikan ke tingkat penyidikan. ” hari senin (13/1/2025) anak-anak menjalani pemeriksaan psikologi di UPTD PPA Dinas sosial kabupaten garut setelah korban kemarin diperiksa,” jelasnya.
Pria yang akrab dipanggil Mas Pri tersebut mengungkapkan, waktu kejadian kasus ini juga sebenarnya belum jelas kapan dan dimana terjadi peristiwanya Karena, kesaksian pengakuan ibu korban kepada pengurus RW dan tokoh masyarakat berbeda dengan yang saat ini ramai diberitakan. Termasuk jumlah anak yang menjadi terduga pelaku bullying.
“Berdasarkan BAP di kepolisian, kejadiannya 29 Agustus 2022, pukul 15.30 WIB, tapi saat mediasi orang tua korban bilangnya kejadian 2 kali, yaitu 8 tahun silam, dan yang kedua empat tahun lalu, semua pernyataan orangtua korban saat mediasi ada rekamannya,” ungkapnya.
Sementara pengakuan orang tua korban soal jumlah pelaku, sempat muncul lima orang tapi kemudian di BAP kepolisian berubah menjadi tiga orang, Selain itu Mas Pri menegaskan berdasarkan pengakuan orang tua korban kepada pengurus RW, soal bentuk kekerasan yang dilakukan para terduga pelaku juga tidak se dramatis yang disampaikan dalam berita-berita di media.
Mas Pri menegaskan, diduga situasi dan kondisi saat kejadian tidak memungkinkan bentuk bullying yang ramai diberitakan media bisa terjadi. Karena, saat itu banyak warga, dan tempat kejadian di rumah salah satu warga yang ada di pinggir jalan besar yang ramai dilalui banyak orang.
“Jadi menurut berita yang beredar, celana korban sama sekali tidak dibuka, tidak mungkin dampaknya sampai seperti yang disampaikan di media, terus benda tumpulnya juga belum jelas apakah terong atau benda lain itu juga belum pasti, tidak seperti yang diberitakan,” imbuhnya.
Karena kejadiannya sudah lama, Mas Pri mengaku saat ini pihaknya tengah mengumpulkan bukti-bukti, termasuk rekam medik saat korban di periksa di Puskesmas dekat lingkungan rumahnya.
Karenanya, Mas Pri berharap media juga tidak membesar-besarkan masalah ini, apalagi tanpa keterangan dari kedua belah pihak. “Sekarang kan cerita kasus ini beritanya dari orangtua korban dan keterangan berbeda beda, tapi versi para orang tua terduga pelaku juga harus didengar, karena keterangan orangtua korban saja sudah ada yang berbeda,” katanya.
Mas Pri berharap, kasus ini bisa diselesaikan dengan pendekatan Restorative Justice, apalagi korban dan para terduga pelaku juga masih dibawah umur dan orangtua korban juga ingin bisa kembali tinggal di kampung halamannya dan bisa hidup damai seperti warga lainya, pungkas mas (Tatang)
Discussion about this post