KAB. GARUT (BR.NET).– Seorang pengurus yayasan berinisial S yang menaungi dua lembaga pendidikan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, diduga masih aktif mengintervensi kegiatan meski telah memasuki masa purna bakti sebagai kepala sekolah dasar.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, S mendirikan dua lembaga pendidikan, yakni sebuah SMP dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Keduanya berada di bawah yayasan berbeda, namun diduga tetap dikendalikan oleh individu yang sama.
Ironisnya, ia juga disebut ikut menentukan penunjukan kepala sekolah di kedua lembaga tersebut.
Seorang narasumber berinisial D mengungkapkan bahwa informasi tersebut ia dapatkan langsung dari Kepala PKBM Ma Arif, DA, yang mendatanginya pada Jumat, 15 Agustus 2025, untuk menyampaikan berbagai keluhan.
Salah satu keluhan utama adalah soal pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di PKBM Ma Arif. Menurut D, dari keterangan DA, penggunaan dana tersebut dinilai tidak transparan dan terindikasi adanya penyalahgunaan wewenang.
“Beliau (S) mantan kepala sekolah, sekarang memegang posisi bendahara di SMP dan juga di PKBM. Pernah sampai dipertanyakan pihak bank karena mencurigai satu orang bisa memegang dua jabatan bendahara sekaligus di dua lembaga berbeda. Tapi yang bersangkutan menjawab dengan santai bahwa itu memang benar,” ujar D menirukan pernyataan DA.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar terkait mekanisme pengawasan, termasuk peran bank penyalur yang seharusnya lebih selektif.
Lebih jauh, narasumber menyoroti persoalan honor kepala sekolah yang dianggap tidak wajar.
“Dana BOS yang diterima mencapai puluhan juta rupiah, tapi kepala sekolah hanya mendapat honor Rp150 ribu sampai Rp300 ribu. Bahkan katanya, karena kepala sekolah bersertifikasi, hanya diberi Rp500 ribu. Ini jelas tidak adil,” tegasnya.
Ia menambahkan, jika praktik semacam ini dibiarkan, akan berdampak buruk pada dunia pendidikan di Talegong.
“Jangan sampai karena keserakahan satu orang, kepala sekolah aktif yang benar-benar bekerja keras malah jadi korban. Kalau nanti ada masalah hukum, yang disalahkan pasti kepala sekolah, bukan pengurus yayasan,” pungkasnya.
Desakan Investigasi dari Pemerintah
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan lebih ketat terhadap yayasan pendidikan swasta, khususnya dalam pengelolaan dana publik seperti BOS.
Pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, diharapkan segera turun tangan melakukan investigasi agar dana BOS benar-benar digunakan untuk kepentingan pendidikan, bukan kepentingan pribadi. (Tim Liputan)
Discussion about this post