Sumedang (BR).- Berawal dengan disampaikannya surat undangan dari Komite dan pihak Sekolah Indikasi SMPN 9 Sumedang, pada hari Jum’at (25/8).
Dimana para orang tua murid kelas VII pada kesempatan tersebut merasa sangat keberatan dengan adanya pungutan sebesar Rp. 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) per siswa untuk dipergunakan pembelian kursi dan meja belajar sekolah.
Menurut keterangan beberapa orang tua murid yang enggan disebut jatidirinya mengatakan bahwa dalam rapat tersebut sebetulnya peserta rapat berhak menerima maupun menolak apa-apa yang diusulkan pihak sekolah.
“Akan tetapi semua masukkan dan usulan ditolak mentah-mentah oleh pihak sekolah/komite dengan alasan kondisi darurat,”ujar para orangtua siswa, Senin 26 Agustus 2023.
“Awalnya kamik para orangtua siswa, diminta sumbangan Rp 58.000,- tapi kemudian berubah menjadi Rp. 60.000,- per siswa, harus membeli kursi dan meja dari total keperluan Rp 12 juta dibagi jumlah siswa kelas VII pada tahun ajaran 2023/2024,” imbuhnya.
Menurut mereka pula, bahwa pihak sekolah menyatakan pungutan tersebut tidak wajib, tapi katanya ini bersifat darurat bila tidak ingin harus menunggu satu tahun untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah.
“Kami sangat khawatir dan merasa iba, apabila anak-anak kami tidak mendapat pasilitas yang layak, sehingga dengan sangat terpaksa harus membayar sumbangan tersebut, meski menyesalkan tidak adanya transparansi dari pihak sekolah karena tidak adanya kwitansi pembayaran,” paparnya.
Kendati begitu, para orang tua murid juga merasa pihak sekolah tidak memilih solusi lain, misalnya menambah waktu belajar adanya sekolah pagi dan siang. Dan sangat menyesalkan atas sikap intimidasi oknum guru dan komite yang terkesan ketakutan bila perihal pungutan ini diketahui pihak luar.
“Tolong ya, jangan pernah menyebarkan di medsos dan tidak boleh buka mulut ke wartawan terkait perihal ini,”terang Para Orangtua.
“Kami juga merasa keberatan karena ketidaktransparanan pihak sekolah dalam rincian atribut seragam dan lain-lain yang bervariatif dikisaran Rp.1.100.000,- ada yang Rp.1.150.000,- hingga ada pula yang Rp.1.200.000,- (Satu juta dua ratus ribu rupiah),” tuturnya pula.
Sementara saat dihubungi bandungraya.net pihak SMPN 9 melalui Wakasek Humas SMPN 9 Sumedang, Ika (Senin 28 Agustus 2023), dirinya membenarkan adanya sumbangan untuk keperluan belanja kursi dan bangku sekolah, akan tetapi menyangkal telah memaksa wali murid karena itu hasil musyawarah sebelumnya dan di setujui oleh semua pihak.
“Dari hasil rapat kemarin telah sepakat menarik uang dari wali murid untuk keperluan sarana prasarana bangku dan kursi sekolah, dikarenakan keterbatasan anggaran. Pada ajaran tahun ini, sekolah kami ada penambahan kapasitas siswa sebanyak 209 orang, yang semula 6 rombel menjadi 7 rombel, sehingga otomatis kami kekurangan kursi dan bangku sekolah,” ujarnya mewakili Kepala Sekolah yang tidak bisa memberi keterangan karena sedang sibuk.
“Kalau kami menunggu bantuan dari dinas, tentunya harus menunggu tahun depan untuk terealisasi anggarannya. Makanya terpaksa kami meminta sumbangan kepada wali murid, karena bersifat darurat,” terang dia.
Dikatakan, tidak benar bila pihaknya melarang orang tua murid berbicara dengan wartawan, karena SMPN 9 selalu bermitra dengan wartawan.
“Bila ada yang tidak puas langsung ngomong ke kami, jangan ada cuitan di medsos. Di sekolah kami juga ada salah seorang suami guru berprofesi wartawan. Wartawan mah ceupil na sok peka uninga wae kanu ka awonan mah (bahasa Sunda),” candanya, seraya tersenyum manis.
Adapun, jika mengacu peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012 (pasal 9 ayat 1), menjelaskan satuan pendidikan dasar yang di selenggarakan oleh pemerintah, atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan. Juga Permendikbud No 75 Tahun 2016 pasal 12 huruf(a) yang menyebutkan komite sekolah baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan seragam sekolah, ajar sekolah, dan perlengkapan bahan ajar.
Selain sumbangan dan bantuan pendidikan, pungutan di sekolah yang tidak memiliki dasar hukum maka patut dipantau oleh Aparat Penegak Hukum dan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Satgas Saber Pungli yang dibentuk pada 20 Oktober 2016, ketika Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. (BR-10)
Discussion about this post