BALE ENDAH,(BR).- SMP Prima Cendekia Islami kembali gulirkan salah satu program unggulannya yakni; “PCI SERIAL LECTURE” edisi ke IV, Senin 21 Maret 2022 di Aula SMP PCI. Program ini menghadirkan para Guru Besar, Doktor, Birokrat dan Praktisi dalam dunia pendidikan sebagai pembicara kepada civitas akademika SMP PCI.
Pada PCI Serial Lecture edisi ke IV ini, hadir sebagai Narasumber Hj. Siti Komariah, Dra., M.Si. Ph.D. Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia, dengan Mengangkat tema “Menanamkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal di Era Global”.
Dalam presentasinya, Siti Komariah mendorong agar generasi milenial memiliki wawasan, pengetahuan, dan perilaku mengenai kearifan lokal. Generasi milenial harus memahami nilai-nilai kearifan lokal atau local wisdom secara utuh, meskipun mereka hidup di era global dan digital. Mereka tidak boleh terabut dari akar budayanya.
Menurutnya, banyak sekali nilai kearifan lokal, terutama di lingkungan masyarakat Sunda yang sampai saat ini masih relevan dengan kondisi dan keadaan zaman, ungkap Sosiolog yang menyelesaikan pendidikan doktornya di Universiti Malaya Kualalumpur ini.
“Setiap daerah tentu memiliki nilai kearifan lokal yang berbeda. Kita sebagai warga Jawa Barat yang mayoritas etnis Sunda dan berbudaya Sunda, harus mengetahui dan mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal Sunda dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan wujud pelestarian budaya daerah supaya tidak mengalami kepunahan,” ujarnya.
Siti Komariah, memberikan banyak contoh nilai-nilai kearifan lokal Sunda yang sebenarnya tidak asing di masyarakat namun mulai luntur keberadaannya. Menurutnya, banyak ungkapan-ungkapan singkat dari kearifan lokal masyarakat Sunda yang memiliki pesan luas dalam membangun kehidupan yang harmoni. Contohnya, ungkapan tata titi duduga peryoga, paheuyeuk heuyeuk leungeun, kudu nulung kanu butuh nalang kanu susah, kudu daek mere maweh ka sasama, ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salebak.
Demikian pula dalam membangun kehidupan yang rukun, orang sunda mengajak hirup kudu akur jeung dulur hade jeung baraya, tiis ceuli herang mata, silih asah silih asih silih asuh, bobot pangayun timbang taraju, sacangreud pageuh sagolek pangkek, kudu hade hogog hade tagog.
Tidak hanya itu, ungkapan lain yang penuh makna seperti sing someah ulah goreng bagug da basa mah teu meuli, kudu sareundeuk saigel sabobot sapihanean sabata sarimbagan, kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat ka balarea memiliki makna filosofis yg mendalam.
Berkembangnya zaman tidak berarti para siswa atau masyarakat menjadi lupa akan nilai-nilai kearifan lokal. Karena pada dasarnya kearifan lokal yang kita miliki tidak sama sekali tertinggal, bahkan masyarakat Sunda sebagai masyarakat yang adaptif (ngindung ka waktu ngabapa ka zaman) dapat melakukan inovasi dalam implementasi kearifan lokal dalam berbagai aspek kehidupan.
Bahkan para orang tua dahulu telah memiliki kesadaran dan wawasan yang tinggi terhadap agama, pelestarian lingkungan, hukum, sosial, dan ekonomi. Namun sering kali kita sebagai generasi milenial jika menerapkan nilai-nilai kearifan lokal dianggap kuno dan tertinggal.
“Sering kali kita merasa malu dan lupa dengan kearifan lokal yang dimiliki. Sebagai generasi penerus sudah seharusnya kita senantiasa melestarikan nilai-nilai kearifan lokal agar tetap terjaga kelestariannya di era global dan modernisasi yang sangat cepat berkembang,” tutupnya.
Dalam kegiatan tersebut, terlihat para siswa begitu antusias menerima materi yang disampaikan, terlihat dalam keaktifan siswa pada sesi tanya jawab. Walaupun mayoritas siswa merupakan suku sunda, namun banyak hal yang baru mereka ketahui dan dapatkan pada PCI Serial Lecture IV ini.( BR. 01)
Discussion about this post