Bandung (BR.NET).- Pada tahun ini selain isu-isu politik yang berkembang di lapangan, salah satu topik pembicaraan masyarakat Indonesia adalah Gelar Profesor.
Gelar yang hanya bisa ditempuh oleh pendidik di Perguruan Tinggi, mengapa topif ini jadi ramai dibicarakan? Karena ketidak pahaman apa yang dimaksud dengan Profesor, ujar Prof. Dr. H. Toto Sutarto Gani Utari M. Pd, pada Kamis 1 Agustus 2024.
Menurut Toto Sutarto, Profesor sebenarnya bukan gelar akademik, karena gelar akademik adalah gelar yang ditempuh melalui proses Pendidikan regular seperti Sarjana, Magister dan Doktor, sedangkan gelar Profesor itu ditempuh melalui jenjang fungsional tenaga pendidik hanya di perguruan tinggi, jadi tidak bisa ditempuh di PAUD, SD, dan Sekolah Menengah, apalagi di luar dunia pendidikan, ulasnya.
“Sepuluh tahun yang lalu gelar ini dalam surat keputusan menteri Pendidikan disebutnya Guru Besar, sehingga sering terdengar pertanyaan anda sudah Guru Besar belum?”, ungkapnya.
Sebutan sehari-harinya adalah Profesor, Sekarang di dalam surat keputusannya sudah berubah langsung dengan gelar Profesor tidak Guru Besar lagi. Untuk mencapai gelar ini dulu harus menempuh 7 (tujuh) tahap, yaitu; Asisten Ahli Madya, Asisten Ahli, Lektor Muda, Lektor Madya, Lektor Kepala, Guru Besar Madya, Guru Besar. Sebutan Profesor biasa diberikan mulai dari Guru Besar Madya, kata Toto Sutarto.
Menurutnya, Sekarang untuk menempuh Profesor hanya empat tahap, yaitu; Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, Profesor. Tahapan itu hanya ada di Perguruan Tinggi dan tidak boleh ada yang terlewat, Untuk mencapai setiap tahap banyak karya dan aktifitas akademik yang tidak ringan sehingga pantas yang bersangkutan disebut Profesor, cakap Dia.
Apakah boleh seseorang yang profesinya bukan pendidik di perguruan tinggi mendapat gelar Profesor yang diberikan oleh sebuah perguruan tinggi? Mengikuti aturan dan langkah mencapai gelar Profesor jelas tidak boleh.
“Saya Aku Toto, yakin tidak ada Peguruan tinggi di Indoneia yang akan menganugrahkan gelar Profesor kepada seseorang yang bukan berprofesi pendidik di perguruan tinggi, seandainya itu terjadi, Kembali ke kata awal bahwa perguruan tinggi tersebut tidak paham bahwa Profesor harus ditempuh seperti tahapan yang sudah ada dasar hukumnya. Apabila tetap ada yang memaksakan demi kepentingan lain, maka akan terjadi permasalahan seperti yang terjadi saat ini,”jelasnya.
Kemudian sambung Toto Sutarto, muncul berbagai sikap menghadapi kasus pemberian gelar Profesor kepada seseorang yang tidak sesuai dengan aturan baku, di antaranya ada yang menyatakan jangan sebut saya Profesor padahal yang bersangkutan Profesor sebenarnya yang ditempuh dengan benar, yang ini pun kurang bagus karena orang menyebut Profesor kepada seseorang sebagian besar adalah penghargaan atas gelar Profesinya yang lama dan sulit ditempuhnya, cukup saja dengan tidak menuliskan gelar Profesor saat menuliskan namanya dan hadapi saja tanpa tegang.
Apakah ada pendidik di Perguruan tinggi menempuh gelar Profesor itu dengan cara yang curang? Seharusnya tidak ada karena gelar Profesor itu meskipun hanya gelar fungsional tetapi di dalamnya ada berbagai kemampuan, seperti; ahli dalam Ilmu pengetahuan di bidangnya, tawadhu, patuh pada aturan main, ber-ahlaqul karimah, dan masih ada yang lain yang menjadikan yang bersangkutan menjadi teladan, sehingga semestinya tidak ada langkah untuk menempuhnya dengan cara di luar aturan main yang berlaku. Seorang Profesor akan terlihat dari dirinya pancaran ilmu pengetahuan di bidangnya yang unggul, dia akan menjadi teladan pada setiap ucap dan geraknya, sehingga dulu disebutnya Guru Besar atau guru di atas semua guru, Paparnya Pula.
Menurut Prof. Toto Sutarto, Nah bila seperti itu Profesor tidak akan diberikan oleh Pimpinan Perguruan Tinggi kepada orang yang bukan berprofesi di luar pendidik di perguruan tinggi, juga tidak boleh ditempuh dengan cara yg curang. Pasti penjelasan ini tidak cukup, tetapi garis besarnya seperti itulah Profesor, Tegas Toto.
” Semoga penjelasan ini bisa meredakan orang-orang di luar pendidik perguruan tinggi yang ingin di depan Namanya mencantumkan gelar Profesor, sehingga hiruk pikuk masalah Profesor bisa reda dengan sendirinya.” (Awing)
Discussion about this post