Garut, (BR).- Seorang Wartawati berinisial ( S) dari salah satu media cetak dan online dilaporkan DPK APDESI Kecamatan Karangpawitan atas dugaan pencemaran nama baik, dan di jerat oleh UU ITE dengan Pasal 27 ayat (3) jo 45 ayat (5) UU RI No 19 tahun 2016.
Berkaitan dengan hal itu saat ditemuai (S) mengatakan dengan adanya pelaporan yang dilayangkan oleh DPK APDESI Kecamatan Karangpawitan kepada dirinya, satu kebanggaan buat saya aku Dia, kerena dengan adanya kasus ini, nama saya bisa viral bukan di kabupaten garut saja, bahkan seluruh Indonesia, dengan mencuatnya berita pelaporan diri saya, tidak sedikit loyer/LBH dari berbagai daerah se-Jawa Barat siap mendampinginya tanpa minta imbalan, Ujarnya.
Untuk sementara ini saya sedang berunding dengan rekan rekan di PWID dan Lembaga yang selama ini memberikan masukan dan mensupport kepada saya, dan bahkan Lowyer Lowyer dari beberapa media yang tergabung dengan PWID (paguyuban wartawan intan dewata), menurut rekan rekan mereka siap turun gunung berkolaboraksi dengan lembaga yang selama ini menangani saya. Tutur ( S) Minggu 15/01/2023
Dilansir dari halaman Kementrian Komonikasi dan Informatika RI, (15/09/2022),Ditjen Aptika – Para ahli hukum dan akademisi sependapat pasal-pasal karet dan multitafsir di dalam implementasi Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) perlu direvisi, khususnya Pasal 27 Ayat (3) mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik dan Pasal 28 Ayat (2) mengenai penyebaran informasi yang menimbulkan permusuhan, kebencian dan mengandung unsur SARA.
Namun semua itu bisa dibantah, dalam KUHP sudah jelas, pasal 3 ayat 310 yang bunyinya “Tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa sipembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri.
Apalagi baru kemarin Dewan PERS telah melaksanakan MOU dengan KAPOLRI, dengan NOMOR: 03/DP/MoU/11/2022 NOMOR: NK/4/111/2022.
Sesuai kesepakatan Dewan Pers-Polri, telah Tanda Tangani Kerja Sama Perlindungan Kemerdekaan Pers, apabila hasil koordinasi memutuskan, bahwa kasus yang dilaporkan itu merupakan karya jurnalistik, maka penyelesaiannya melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi atau menyerahkan penyelesaian laporan tersebut ke Dewan Pers.
Sebaliknya, jika koordinasi kedua pihak memutuskan laporan masyarakat itu masuk kategori perbuatan penyalahgunaan profesi wartawan di luar koridor UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), maka Polri menindaklanjuti secara proses hukum sesuai ketentuan perundang-undangan.
Maka dari itu kepada bapak bapak polisi yang terhormat tolong kedepankan UU PERS dan tolong buka mata dan telinga, dikala mendapat informasi dari media cetak ataupun online ada penyalahgunaan dana atau anggaran , harusnya pihak APH cepat tanggap atas berita tersebut, karena seorang jurnalis membuat berita itu hasil dari investigasi di lapangan yang pastinya dengan data data dan saksi yang bisa dipertangung jawabkan.
“Saya tidak merasa takut atas apa yang terjadi pada diri saya, saat ini saya bersama rekan rekan sedang berunding untuk lapor balik ke POLDA JABAR. Kita buktikan kebenaranya di meja hijau,”tutupnya. (BR.11)
Discussion about this post