Bandungraya. net – Soreang | Gugatan pidana Pilkada yang dilakukan Tim Pemenangan Paslon nomor urut 1 Kurnia Agustina-Usman Sayogi kepada paslon nomor 3 terkait visi dan misi yang bersifat kuantitatif dan diduga cenderung menjanjikan sesuatu bersifat materil, menyita perhatian banyak pihak.
Pengamat Politik dan Pemerintahan Djamu Kertabudi bahkan ikut andil bersuara. Menurutnya, berdasarkan ketentuan UU No.10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, peserta pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan perhitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah Konstitusi dengan syarat pengajuan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan KPU.
“Dengan penduduk Kabupaten Bandung yang lebih dari satu juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara bisa dilakukan jika terdapat perbedaan 0,5 persen dari jumlah DPT,” kata Djamu via sabungan telepon, Sabtu 19 Desember 2020.
Kendati demikian, ujar Djamu, ruang sengketa pilkada di ranah peradilan di MK menjadi tertutup. Sebab, perolehan suara antara paslon 1 dan 3 terpaut cukup jauh.
Dari hasil penghitungan secara real count di KPU, paslon nomor 3 Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan memperoleh suara terbanyak dengan jumlah perolehan suara 928.602 atau sebesar 56,01%. Sehingga ditetapkan sebagai Bupati/Wakil Bupati Terpilih.
“Terlebih kedua pasangan calon pesaing No.3 sudah menerima hasil perhitungan suara di KPU dan menyampaikan ucapan selamat kepada Paslon No.3 Dadang Supriarna-Sahrul Gunawan sebagai Bupati/Wakil Bupati Terpilih,” kata dia,.
Namun masih ada kasus hukum berupa dugaan money politic atau politik uang yang masih dalam penanganan Bawaslu melalui Sentra Gakkumdunya.
Menurut ketentuan money politic atau politik uang, kata Djamu, dapat dikategorikan berupa menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan atau pemilih.
“Memang dalam ketentuan menyebutkan bahwa calon yang terbukti melakukan pelanggaran seperti itu, yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon,”kata dia.
Bagi tim kampanye, lanjut dia, bisa dikenai sanksi pidana berdasarkan putusan pengadilan. Namun demikian, bagi calon yang diduga melakukan pelanggaran secara TSM perlu adanya pembuktian oleh penggugat secara komprehensif baik secara administratif maupun kesaksian di seluruh wilayah dan saksi akhli melalui proses peradilan.
“Terkecuali yang dilakukan Tim Kampanye yang bersifat kasuistis di wilayah tertentu. Jadi untuk menggugat dugaan money politic masih bisa dilakukan. Kalau sengketa perolehan suara sudah selesai, tidak bisa disengketakan karena perbedaannya cukup jauh,” pungkasnya. (BR. 01)
Discussion about this post