Tapi tentu saja Mahkamah Konstitusi tidak mau memposisikan diri sebagai ‘mahkamah kalkulator’ ataupun ‘mahkamah klipping’. MK selalu ingin memberikan kepastian bahwa pemilu atau pilkada harus berada pada jalan “shirotol mustaqim” yang menjunjung tinggi kejujuran, keadilan dan demokrasi.
Kalau begitu apa yang salah dari pasangan DS-Syahrul ini? Pasangan ini diduga melakukan kesalahan fatal dengan mengkuantifisir visi misi berupa janji-janji politik yang mengarah pada money politik yang terstruktur, sistemik dan massif.
Janji-janji yang termaktub dalan visi-misi BEDAS (DS-Syahrul) mencantumkan janji-janji dalam bentuk uang seperti : bantuan 100 juta per RW, insentif guru ngaji 100 Milyar per tahun, bantuan pertanian 100 Milyar dan lain-lain. Lebih jauh dari itu pasangan BEDAS ini memproduk dan membagi-bagikan kartu-kartu yang berisi janji-janji sejumlah uang kepada masyarakat secara MASSIF.
Apakah salah kalau dalam visi-misi itu menjanjikan sejumlah uang tertentu? Jelas disini ada kekeliruan fatal yang dilakukan pasangan BEDAS.
Pertama, visi-misi itu cukup berakhir di program (VISI -> MISI -> Strategi -> Kebijakan -> Program). Kalau dilanjutkan dengan meng-angkakan program (anggaran) itu akan berurusan dengan kewenangan fihak lain. Bupati tidak bisa menganggarkan apapun tanpa persetujuan DPRD dan verifikasi/pengujian Gubernur. Jadi kalau belum apa-apa sudah menjanjikan sesuatu dalam bentuk uang, bupati akan mengalami kesulitan dan berujung pada “cinta bertepuk sebelah tangan”.
Discussion about this post