SOREANG (BR).- Menyikapi dan mencermati situasi dan kondisi pengupahan di Kabupaten Bandung menjelang adanya penetapan Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK), khususnya UMK Kabupaten Bandung Tahun 2023, maka semua elemen Serikat Pekerja atau Serikat Buruh Kabupaten Bandung antara lain : Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN), Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI), Federasi Serikat Buruh Independen (FSBI) dan Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indoneia (FSPSI)Pembaruan.
Hal tersebut, dikatakan Ketua Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Kabupaten Bandung, Tajudin S,E di Komplek Pemda Kabupaten Bandung. Selasa 25 Oktober 2022.
Dia juga menyampaikan keprihatinannya, bahwa Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK) di Jawa Barat tahun 2022 yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor : 561/Kep.732-Kesra/2021 Tanggal 30 November 2021, termasuk didalamnya Upah Minimum Kabupaten Bandung yang tidak mengalami kenaikan, akibat berlakunya formulasi PP 36 Tahun 2021, hal ini sangat merugikan kaum pekerja karena saat itu kondisi pekerja atau buruh sangat memprihatinkan akibat dampak Pandemi Covid-19.
“Gubernur Jawa Barat juga telah menetapkan SK Gubernur Jawa Barat Nomor : 561/Kep.874-Kesra/2021 tentang Kenaikan Upah bagi pekerja / buruh
dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih Pada Perusahaan di Jawa Barat, dengan kisaran Prosentase antara 3,27 % sampai dengan 5 % dari UMK di Jawa Barat, yang diharapkan dapat mengatasi persoalan akibat tidak naiknya UMK, sekaligus menjadi pedoman dalam pelaksanaan penyusunan Struktur dan Skala Upah sebagaimana telah diwajibkan oleh Pasal 92 ayat (1) UU No. 11 tahun 2020,” tuturnya.
Namun, Keputusan Gubernur tersebut tidak dapat dilaksanakan, lanjutnya, karena disamping masih terus dipersoalkan oleh para pengusaha (Apindo) baik melalui gugatan hukum maupun penghambatan pelaksanaan diperusahaan – perusahaan.
Ketua FKSPN Kabupaten Bandung, Tajudin juga menjelaskan, upah Minimum yang notabene adalah Jaring pengaman (safety net), sebagai
Upah terendah yang hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja dibawah 1 tahun, namun yang terjadi dilapangan Upah Mimimum seringkali menjadi Upah Maksimum, karena pekerja yang telah bekerja sepuluh tahun lebih pun masih
dibayar Upah Minimum.
“Pemerintah belum lama ini, menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), jenis Pertalite yang semula Rp. 7.650,- naik menjadi Rp. 10.000,- (± 30 %) dan jenis Solar yang semula Rp. 5.150,- naik menjadi Rp. 6.800,- (± 32 %), hal ini jelas sangat berpengaruh terhadap kondisi kehidupan para pekerja atau buruh, karena tidak adanya kenaikan Upah Minimum tahun 2022 ditambah dengan naiknya Harga BBM yang dikuti oleh kenaikan harga bahan pokok, situasi ini pasti dapat
menurunkan daya beli masyarakat pekerja di Kabupaten Bandung,” tuturnya.
Berdasarkan uraian diatas, FKSPN Kabupaten Bandung, menyampaikan Sikap Bersama dengan element Serikat Pekerja atau Buruh, diantaranya:
- Bahwa untuk penetapan UMK tahun 2023 kami mendesak agar pemerintah menaikan UMK Kabupaten Bandung tahun 2023 sebesar 13-15 %.
- Bahwa kami juga mendesak agar Pemerintah Pusat dapat segera melakukan Evaluasi dan Revisi terhadap Formulasi Penetapan Upah Minimum sebagaimana diatur dalam PP No. 36 tahun 2021, karena tidak menyelesaikan masalah atas
kesenjangan Upah antara daerah satu dengan yang lainnya. - Mendesak Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dan PPNS untuk mengefektifkan
peran Pengawasan dan Penegakan Hukum Ketenagakerjaan, karena masih banyak
perusahaan yang melakukan pelanggaran hak normative pekerja khususnya
pelanggaran Upah Minimum dan Struktur Skala Upah.
“Apabila tidak mendapatkan respon yang baik, maka sikap dan Aspirasi ini, akan kami sampaikan juga melalui Unjuk Rasa Damai atau Penyampaian Pendapat dimuka Umum, di Pemda Kabupaten Bandung yang rencananya akan kami laksanakan pada Bulan Nopember 2022,” pungkasnya. (BR-25)
Discussion about this post