Sebagaimana kita ketahui bahwa meski desakan ada untuk pembentukan pansus, namun nasib Pansus Gugus tugas Covid-19 Kabupaten Bandung telah “aborsi” di tengah jalan, akan tetapi nampaknya tidak demikian halnya dengan Pansus LKPJ, Dipastikan Pansus LKPJ ini akan diterima, dan akan mulus berjalan melenggang serta diterima pansus, kendati dengan beberapa “catatan kecil.”
Sudah dapat diterka, Pansus LKPJ ini berakhir dengan “happy ending” atau “executive heavy.” Ini bisa diartikan juga, tidak terjadi pergeseran dari kekuasaan yang lazim: legislatif tetap berada di bawah kontrol eksekutif, meski dalam tatanan normatif-fungsional, antara eksekutif dengan legislatif adalah dua lembaga yang sejajar, tidak berhadap-hadapan, namun kuasa dan kendali keputusan dalam konteks pansus ini nampaknya lebih dominan dimiliki eksekutif atau Superior Eksekutif, Lantas bagaimana sebenarnya konstanta fraksi-fraksi di tubuh legislatif Kabupaten Bandung ini?
Secara kasat mata, fraksi-fraksi yang kritis menyikapi Pansus LKPJ ini “mungkin” hanyalah fraksi PKS dan Nasdem. Dalam relasi kekuasaan, kedua fraksi ini boleh dikata progresif dalam menyikapi kebijakan eksekutif, untuk tidak sekedar menyebutnya sebagai “oposisi.”
Meski fraksi PKS ataupun Nasdem memiliki dasar pertimbangan atau landasan pemikiran yang reasonable (masuk akal) dan kontekstual untuk mengkritisi atau menolak kebijakan eksekutif; namun tetap hasilnya akan mentah dan patah ditengah jalan karena tatkala dihadapkan kepada pengabilan keputusan yang didasarkan voting, suara-suara fraksi ini menjadi minoritas dan tak berarti.
Selama sekian periode, executive heavy sudah seakan menjadi tradisi kekal di lingkup pemerintahan Kabupaten Bandung, lebih spesifik tatkala kendali pemerintahan dikuasai Partai Golkar (PG) selama beberapa periode ini. Upaya menggeser atau bahkan merubah tradisi dan tipikal ini, dapat dipastikan akan mental tak berarti. Apalagi pimpinan legislatif dipegang dan dibawah pengaruh PG sendiri. Tadinya, di periode 2019-2024 ini sebagian masyarakat Dayeuh Bandung berobsesi terjadinya “penyegaran” pemikiran atau sikap dalam mengkritisi eksekutif.
Namun, jauh panggang dari api, obsesi ini meleset parah. Kualitas sebagian besar anggota legislatif, yang tidak sedikit memiliki “darah segar,” tidak hanya tumpul dalam mengkritisi kebijakan eksekutif namun juga celakanya mereka terdorong mengikuti dendang dan goyangan eksekutif. “Jadi kadorong milu igeul jeung kendang pihak eksekutif.”
Padahal, tidak sedikit dari mereka yang secara akademik dan pemahaman lapangan cukup mumpuni. Namun, tatkala mencebur di ruang politik sebenarnya, mereka-mereka seperti kehilangan idealisme, seperti tak paham medan, dan yang menyedihkan lupa terhadap janji-janji kampanye-nya.
Coba tengok dan perhatikan, adakah beberapa diantara anggota-anggota legislatif ini yang memiliki akun terbuka di media sosial sebagai bagian dari menampung aspirasi dan berkomunikasi dengan konstituennya? Ada berapa banyak diantara mereka yang ikut tergugah hanya untuk sebuah ucapan “Selamat Hari Raya Idul Fitri” kepada konstituen dan masyarakat kebanyakan di laman-laman media sosial dan grup?
Mungkin ada laman akun resmi pihak legislatif, namun pertanyaannya, sejauhmana respons laman ini mampu menjawab keluhan atau aspirasi yang berkembang? Boleh dikata, fraksi-fraksi ini kendati warna-warni, namun pada kenyataannya “kuning” tetap telah menguasai sikap dan gerak mereka.
Menjelang Pilkada ini, fraksi-fraksi yang mewakili partai ini akan kembali diuji kembali keberpihakannya. Nama-nama yang digandang-gandang, seperti Nia yang diusung PG, Gun gun yang diusung PKS dan Yena yang diusung PDI Perjuangan banyak menjadi pandangan kita dengan APK-APK yang mewarnai ruang-ruang umum di Dayeuh Bandung. Namun, jangan salah.
Soal usung-mengusung bacalon bupati ini tak bisa di tebak secara pasti. Adagium bahasa politik yang menyebutkan “tak ada lawan dan kawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan” menjadi nyata. Jika kita menilik sedikit lebih dalam, pencalonan Yena melalui pintu PDI Perjuangan, tentu akan menunjukkan perspektif PDI Perjuangan di lingkup fraksi di legislatif.
Nyatanya, fraksi PDI perjuangan seperti setengah hati menerimanya, misalnya dalam kasus pansus gugus tugas Covid-19. Antara garis partai dan garis fraksi tidak nyambung. Fraksi PD, PKB, PAN dan Gerindra masih menunggu dan mengintip sambil mencerna situasi sebelum menetapkan dukungannya.
Karena itu, untuk melihat sejauhmana centang perenang anda sebagai anggota legislatif, seharusnya anda sebagai sosok yang terpilih menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada konstituen dan masyarakat umumnya setiap tahunnya, agar dapat diketahui apa yang telah anda lakukan.
Kehebatan dan kekuatan masyarakat Dayeuh Bandung, bukan karena keberadaan pemerintah daerah semata, melainkan karena mereka telah teruji, sabar dalam menghadapi tantangan, termasuk janji-janji manis; dan yang terutama merekan banyak “diam” dalam keputusasaan. Bisa jadi ia akan menjadi bom waktu. Wallahualam Bisawab. Billahi Fisabil Haq. ****
Discussion about this post