Pada Kartu Guru Ngaji, tertera dengan jelas tulisan “Manfaat pemegang kartu: Senilai 3 Juta – 6 Juta Rupiah Per-Tahun, berupa: Honor Guru Ngaji. Bantuan Sarana / Prasarana Mengaji” yang dilengkapi Barcode dan tagline BANDUNG BEDAS. Sedangkan pada Kartu Tani bertuliskan “Manfaat pemegang kartu: Senilai 500 Ribu – 1 Juta Rupiah Per-Tahun, berupa: Bantuan Modal Pertanian dan Bantuan / Subsidi Pupuk atau Benih”.
Lalu, apakah alat bukti kartu-kartu tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk politik uang dan masuk sebagai kategori perbuatan melawan hukum dan harus ditangani MK? Menurut teori dalam buku The Choice of The Greats PILKADA Karya Dr. Sunatra, S.H., MS. dikatakan bahwa:
“Pada PHPU Pilkada juga dapat mempermasalahkan perbuatan melawan hukum (onrechmatige overheidsdaad) KPU sepanjang perbuatan tersebut dianggap dapat mempengaruhi hasil perhitungan suara. Kemudian, MK dapat membatalkan hasil pemilu diakibatkan penyalahgunaan kewenangan tersebut sesuai dengan semangat perlindungan konstutusional penyelenggaraan pemilu”.
Selain itu, teori tersebut juga didukung oleh pendapat Mantan Hakim Konstitusi Prof. Dr. Maruarar Siahaan yang berpendapat bahwa pemberian janji berupa kartu-kartu seperti kartu guru ngaji, kartu tani tersebut merupakan sebuah pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan massif. Meski bukan uang tunai namun kartu tersebut memiliki nominal rupiah yang Ketika diberikan kepada masyarakat menjadi alat untuk meningkatkan perolehan suara calon tersebut.
Discussion about this post